Assalamualaikum. Namaku Apriliana Suriyanti. Aku tinggal di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Orang-orang di sekitarku biasa memanggilku Aping. Itu adalah panggilan kesayangan mereka untukku.
Saat ini usiaku menginjak 23 tahun. Aku memiliki empat kakak. Aku ingin bercerita tentang kisahku menjadi mualaf.
Ibuku beragama Islam. Ayahku Nasrani. Semua kakakku mengikuti agama ibu.
Dahulu aku satu-satunya yang mengikuti kepercayaan ayah. Suatu Ketika, sekitar 15 tahun yang lalu, aku makin penasaran dengan Islam.
Saat itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Aku sering melihat kakak-kakakku ibadah 5 kali sehari.
Aku hanya beribadah satu kali dalam sepekan. Sejak masuk SD, aku makin familier dengan Islam.
Sebab, mayoritas temanku adalah muslim. Saat pelajaran agama Islam berlangsung, guru memperbolehkan murid nonmuslim tetap di kelas.
Kami yang berbeda agama bisa mendengarkan penjelasan dari guru asalkan tidak ribut.
Saat itu aku sangat menikmati momen teman-temanku melafalkan surah Al-Fatihah.
Sejak saat itu aku mulai sering meminta kakakku mengajariku membaca huruf-huruf Hijaiyah.
Kakakku juga mengizinkanku ke masjid. Dia pun memberikanku mukena putih.
Aku sering mengenakan mukena pemberian kakak untuk ke masjid saat salat Magrib.
Aku mulai terbiasa membaca Al-Qur’an. Aku pun mulai bisa membaca surah-surah pendek.
Cukup? Belum. Aku pun sudah hafal gerakan dan bacaan salat wajib umat Islam.
Keluargaku, termasuk ayah, mendukungku masuk Islam. Aku menjadi mualaf saat usiaku delapan tahun.
Sejak saat itu aku makin rajin mempelajari semua hal tentang Islam. Seiring usia yang terus bertambah, aku terlibat dalam berbagai kegiataan keagamaan.
Aku menjadi rohis saat masih duduk di bangku sekolah menengah. Aku pun mengikuti kegiatan kerohanian di bangku kuliah.
Saat ini aku masih menjadi guru mengaji anak-anak di Kendari.
(Kisah mualaf Apriliana Suriyanti seperti yang dituturkan kepada GenPI.co).
Video populer saat ini: